Sudah Memerintahkan Untuk Shalat Tetapi Mereka Tidak Mau Mendengarkannya
SEORANG LELAKI SUDAH MEMERINTAHKAN KELUARGANYA UNTUK MELAKSANAKAN SHALAT, TETAPI MEREKA TIDAK MAU MENDENGARKANYA, APA YANG HARUS DIPERBUAT ?
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa yang harus diperbuat oleh seorang lelaki yang telah memerintahkan keluarganya untuk melakukan shalat tetapi mereka tidak mau mendengarkannya. Apakah ia boleh tinggal dan bercampur bersama mereka atau ia harus keluar dari rumah ?
Jawaban
Apabila anggota keluarga tidak mau shalat selama-lamanya maka mereka telah kafir, murtad keluar dari Islam. Tidak boleh tinggal bersama mereka tetapi wajib baginya untuk mendakwahi mereka dan mengulang-ngulangnya semoga Allah memberi mereka hidayah. Karena orang yang meninggalkan shalat, kafir berdasar dalil dari kitab, sunnah dan perkataan para sahabat, dan pemikiran yang sehat.
Saya telah memperhatikan orang yang berpendapat bahwa mereka tidak kafir, semuanya itu tidak keluar dari empat hal :
1. Pendapat yang tanpa dalil
2. Atau dalil yang terkait dengan sifat-sifat yang menjadikannya terlarang meninggalkan shalat
3. Dalil yang terkait dengan orang yang mendapat keringanan meninggalkan shalat.
4. Atau ia adalah dalil umum lalu dikhususkan dengan dalil-dalil tentang kekafiran orang yang meninggalkan shalat.
Tetapi dalam nash-nash tidak menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah mukmin, atau bahwa ia masuk jannah, atau selamat dari neraka atau yang semisalnya yang membolehkan kita untuk mentakwilkan hukum kafir bagi orang yang meninggalkan shalat adalah kufur nikmat, atau kufur yang bukan kekafiran sebenarnya.
Bila telah jelas bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari dien, maka berlaku baginya dengan hukum tentang orang-orang yang murtad, di antaranya ialah :
1. Ia tidak sah dinikahkan. Karena ikatan nikah bagi orang yang tidak shalat adalah batal. Istrinya tidak sah baginya. Firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah/60: 10.
2. Apabila ia meninggalkan shalat setelah pernikahannya, maka nikahnya terhapus, istrinya tidak halal baginya. Berdasarkan ayat yang telah kami sebutkan di muka dengan perincian yang sudah diketahui oleh ahli ilmu baik sebelum jima atau sesudahnya.
3. Lelaki yang tidak shalat ini bila menyembelih hewan maka sembelihannya tidak dimakan, mengapa ? Karena hukumnya haram. Seandainya yang menyembelih adalah orang Yahudi atau orang Nasrani maka sembelihannya halal bagi kita untuk memakannya. Maka jadilah sembelihannya -kita berlindung kepada Allah- menjadi lebih buruk daripada sembelihan Yahudi ataupun Nasrani.
4. Ia tidak boleh memasuki Makkah ataupun perbatasannya yang telah diharamkan, sebagaimana firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini”. [At-Taubah/9 : 28]
5. Seandainya salah satu keluarganya meninggal maka ia tidak mempunyai hak waris lagi. Seandainya ada seseorang meninggal dunia sedangkan anaknya tidak shalat, sedangkan ia punya keponakan jauh (sebagai ashabah) maka yang mewariskannya adalah keponakannya tadi bukan anaknya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لاَيَرِثُ الْمُسلِمُ الْكَافِرِ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang mukmin”. [1]
Juga sabdanya.
أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا تَرَكَتْ الْفَرَائِضُ فَلِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
“Berikanlah harta waris kepada yang berjhak menerimanya, jika masih tersisa maka yang lebih berhak yaitu laki-laki..”. [2]
6. Bila ia mati maka tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan tidak dikuburkan dalam pekuburan kaum muslimin. Lalu apa yang harus kita perbuat terhadapnya ? Kita bawa ia ke pada sahara lalu kita gali kuburannya dan dikuburkan di situ dengan pekaiannya, karena tidak ada kehormatan baginya. Oleh karena itu barang siapa tahu ada orang mati sedang ia tahu mayat itu sebelumnya tidak pernah shalat, maka tidak boleh dishalati oleh kaum muslimin.
7. Ia pada hari kiamat akan dikumpulkan bersama Fir’aun, Haman, Qarun dan Ubai bin Khalaf [3], para pemimpin kekafiran -kita berlindung kepada Allah-, dan tidak dimasukkan jannah, dan tidak dibolehkan bagi salah seorang keluarganya untuk mendo’akannya untuk mendo’akannya dengan rahnat dan ampunan karena ia orang kafir. FirmanNya.
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. [At-Taubah/9 : 113]
Masalah ini sangat berbahaya sekali, saying sekali banyak orang yang meremehkan masalah ini, merela biarkan saja orang yang dirumahnya tidak melakukan shalat, dan hal ini tidak boleh. Wallahu a’lam.
[Ditulis pada tanggal 6-2-1410H]
[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]
_________
Footnote
[1]. Dikeluarkan Bukhari : Kitab Faraidh, Bab Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang Islam. Dan Muslim dalam kitab Al-Faraidh.
[2]. Hadits Riwayat Bukhari, Kitab Al-Faraidh, Bab Warisan anak dari orang tuanya (6732), Muslim : Kitab Al-Faraidh, Bab Berikanlah harta waris kepada ahlinya.
[3]. Dikeluarkan Imam Ahmad dalam Musnad 2/169
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1691-sudah-memerintahkan-untuk-shalat-tetapi-mereka-tidak-mau-mendengarkannya.html